1. PEMERINTAHAN
ORDE LAMA
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia,
sudah banyak tokok-tokoh negara yang saat itu telah merumuskan bentuk
perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun
diskusi kelompok. Tetapi pada pemerintah orde lama masih belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi negara Republik Indonesia yang memburuk.
-Orde lama (Demokrasi Terpimpin)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal
kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
a)
Inflasi yang sangat tinggi,
disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
b)
Adanya blokade ekonomi oleh
Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri
RI.
c)
Kas negara kosong.
d)
Eksploitasi besar-besaran di
masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a)
Program Pinjaman Nasional
dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan
BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b)
Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras
ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus
blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c)
Konferensi Ekonomi Februari
1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi
masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi
makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d)
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang
Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
e)
Kasimo Plan yang intinya
mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang
praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut
masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan
prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori
mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha
pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi,
terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi
perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a)
Gunting Syarifuddin, yaitu
pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)
Program Benteng (Kabinet Natsir)
c)
Nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan
fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)
Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali
Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo
e)
Pembatalan sepihak atas
hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat
dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya
diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada
kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti
Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil
pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.
Perekonomian Indonesia Pada Masa
Soekarno
Dalam era demokrasi terpimpin, Presiden
soekarno menjalankan sistem Ekonomi Terpimpin. Dalam sistem ekonomi ini,
presiden secara langsung terlibat dan mengatur perekonomian. Seluruh kegiatan
perekonomian terpusat pada pemerintah pusat. Akibatnya, kegiatan perekonomian
di daerah menjadi terganggu dan menurun. Dalam era ekonomi terpimpin idonesia
berulang kali mengganti desain ekonominya seiring dengan bergantinya kabinet
yang sedang berkuasa.
Seperti
negara-negara berkembang lain yang baru telepas dari kekuasaan kolonial,
kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi di indonesia pada awal tahun 1950-an
sebagian besar dibentuk oleh saling mempengaruhi masalah-masalah sosial dan
ekonomi yang objektif yang menghadapkan negara dan gagasan-gagasan ekonomi
dasar dari para perumus kebijaksanaan ekonomi yang utama. Dihadapkan pada tugas
berat mendamaikan kembali kebutuhan mendesak untuk merehabilitas ekonomi yang
mengalami kehancuran secara luas selama penduduk jepang dan revolusi, dengan
permintaan umum yang kuat untuk mengubah ekonomi kolonial menuju ekonomi
nasional.
Ketika Indonesia
menganut ekonomi terpimpin pemerintah menumpuh kebijaksanaan yang berorientasi
ke dalam’ ( Inward-loking police). Kebijaksanaan ini dicirikan oleh
kebijaksanaan “ Berdikari “ ( berdiri di atas kaki sendiri ), dan kebijaksanaan
yang sangat membatasi, dan kemudian menolak sama sekali penanaman modal asing.
Selama kurun waktu
ini perdagangan luar negeri banyak di kendalikan oleh pemerintah Indonesia,
baik karena pertimbangan jangka pendek tentang neraca pembayaran (dengan
membatasi impor untuk menekan devisit transaksi berjalan ) maupun karena
pertimbangan non-ekonomi, yaitu pertimbangan nasionalisme ekonomi yang dengan
tegas melanjutkan ’pola ekonomi kolonial sebelum perang ‘ (preware kolonial
pattern) yang sangat mengandalkan diri pda sektor ekspor komoditi-komoditi
primer. Oleh karena ini terdapat aspirasi yang besar di antara para pemimpin
nasional Indonesia untuk mendorong industrialisasi sebagai jalan jalan terbaik
untuk memperluas landasan ekonomi indonesia yang pada waktu itu tergantung pada
sektor pertanian.
Walaupun pemerintah tidak bersabahat dengan
negara kapitalis barat namun kebijakan pemerintah yang membawa slogan Berdikari
justru tetap mengandalkan bantuan luar negeri, termasuk bantuan negara barat.
Kebijakan pemerintah tidak bisa dikatakan sebagai kebijaksanaan berorientasi ke
dalam yang murni (pure inward-loking policies). Bantuan luar negeri yang
diperoleh digunakan untuk membiayai proyek-proyek subtitusi impor yang
direncanakan oleh pemerintah Indonesia. Indonesia menjadi anti negara-negara
barat namun berpaling ke negara-negara sosialis lainnya di Eropa Timur dan RCC
untuk memperoleh bantuan luar negeri, untuk membeli peralatan perang.
Para perumus
kebijaksanaan Indonesia mengambil beberapa langkah untuk sekurangnya menampung
permintaan – permintaan mendesak nasionalisme ekonomi. Sesuai dengan hasil
perjanjian Indonesia – Belanda yang telah disepakati pada Konferensi Meja
Bundar di Deen Hag 1949, kepentingan-kepentingan Ekonomi Belanda terus mendapat
jaminan dari Indonesia, menyusul pengakuan kemerdekaan Indonesia. dihadapkan
pada situasi seperti ini, Indonesia membuat rumusan kebijaksanaan agar dapat
mengambil langkah-langkah penting untuk mengambil bagian-bagian penting ekonomi
di bawah pemilikan dan kontrol nasional. Tugas yang dihadapi pemerintah baru
pada tahun 1950-an adalah untuk menstabilkan dan mengembangkan perekonomian yang
didominasi oleh asing dan memiliki sebagian besar oleh pihak swasta. Pada tahun
1952 diperkirakan bahwa 50% dari semua produk konsumsi impor masih dikuasai 4
perusahaan besar belanda, dan 60 persen ekspor oleh delapan perusahaan ( Van
Zaden 2012:296 ). Selain itu, bank-bank swasta sebagian besar berada di tangan
tujuh bank asing, tiga diantaranya adalah milik belanda.
Kabinet yang di
pimpin Natsir dari Partai Masyumi didedikasikan untuk mengubah situasi ini.
Kabinet ini meraih dapuk kekuasaan ketika sesuatu yang disebut boom korea
(Korea Boom) tengah kuat-kuatnya berhembus. Perang korea mengakibatkan
munculnya permintaan ekspor yang meningkat yang menjadikan sumber pendapatan
yang baru untuk pemerintah indonesia. surplus yang diperoleh adalah sepenuhnya
merupakan hasil dari pendapatan ekspor yang tinggi, secara langsung melalui bea
cukai ekspor dan secara tidak langsung melalui efek pendapatan yang meningkat
dari pajak penghasilan dan bea impor. Jadi, surplus yang ada merupakan hasil
dari sebuah kejutan luar negeri bukan berasal dari kebijakan fiskal yang telah
di formulasikan. Dalam situasi tersebut kabinet sudah bereaksi dengan
meliberalkan impor sebagai cara untuk menjaga harga-harga domestik tetap
rendah, meningkatkan standar kosumsi, dan mendorong perkembangan
perusahaan-perusahaan bumi putera. Pada surplus kali itu Indonesia mampu
mendapatkan surplus mencapai 1.7 triliun. Surplus ini tidak bertahan lama. Pada
tahun 1952 indonesia kembali mengalami defisit anggaran mencapai 3 triliun.
Untuk mengembangkan
kewirausahaan pribumi Indonesia dan meletakkan kegiatan ekonomi penting dibawah
kontrol nasional pada tahun 1950 pemerintah memperkenalkan Program benteng yang
ditujukan untuk memberikan lisensi impor untuk komoditas komoditas tertentu
hanya kepada warga negara Indonesia. program ini menimbulkan korupsi skala
besar dan mengacaukan praktik politik secara serius kaena setiap partai mencoba
untuk memperoleh hasilnya dan hanya sedikit efektik mendorong pertumbuhan
kewirausahaan. Banyak pengusaha indonesia yang menjual lisensinya kepada
importir China dan Belada, dan pengusaha Indonesia hanya berpura-pura tampil di
muka berbisnis. Kelompok perusahaan tersebut biasa di sebut dengan perusahaan
”Ali Baba “.
Volume ekspor
komoditi-komoditi premier Indonesia mengalami pertumbuhan yang lumayan pada
awal tahun 1950-an, bahkan melebihi tingkat volume yang telah dicapai pada
akhir tahun 1930-an, indonesia hampir tidak berpartisipasi daam ekspansi
perdagangan dunia yang telah terjadi selama tahun 1950-an dan 1960-an. Bahkan
selama kurun waktu 1953-1966 volume ekspor Indonesia hanya bertumbuh dengan
rata-rata satu persen dalam satu tahun. Merosotnya peranan perdagangan luar
negeri selama awal tahun 1950-an terutama disebabkan oleh karena peralatan
produksi industri-industri ekspor Indonesia telah mengalami banyak kerusakan.
Ini merupakan akibat dari usaha presiden Soekarno yang tidak ingin di bantu
oleh negara Barat.
Negara baru
seperti indonesia menghadapi persoalan besar dalam pemeliharaan infrastruktur,
dibutuhkan lebih banyak investasi baru, sementara berambisi besar dalam hal
pendidikan, pemeliharaan kesehatan, dan program reformasi kesejahteraan
lainnya. Satu-satunya item dalam anggran yang memungkinkan untuk di pangkas
adalah pengeluaran Militer. Seperti negara baru merdeka lainnya setelah melalui
perjuangan kemerdekaan, pengeluaran di bidang militer meningkat luar biasa,
namun suasana yang menjadi tenang kembali pastinya kemungkinan untuk mengurangi
pembiyayaan operasi militer.hal ini dilakukan pada saat tahun 1951-1955,
kemudian setelah itu terdapat peningkatak kembali. Kebijakan-kebijakan untk
menaikkan kembali anggaran militer tersebut tidak membuat palemen dan partai
politik yang berkuasa menjadi sangat populer di kalangan militer, dan
ketegangan antara mereka dan kelompok mapan politis seringkali dipicu oleh
Soekarno.
Dalam pelaksanaan
Ekonomi Terpimpin ini perubahan hanya terjadi di kota-kota besar sehingga
engakibatkan banyaknya Urbanisasi yang terjadi. Kota-kota menjadi sangat padat
sedangkan daerah-daerah pingggiran menjadi sepi. Sistem yang dibuat pemerintah
untuk mengatur perdangan luar negeri dibuat pada awal 1950-an dan tarif impor
yang tinggi. Dengan adanya kebijakan-kebijakan baru, membuat aktifitas
ekspor-ekspor utama berasal dari wilayah pinggiran sepeti sumatera, kalimantan,
dan pulau-pulau luar lainnya yang memiliki pendapatan seperti minyak, karet,
kopra, timah, tembakau, yang semuanya menjadi di terpasung. Hal yang
diakibatkan oleh situasi ini adalah maraknya perdagangan ke pasar gelap.
Apalagi jarak dengan singapura yang sangat dekat membuat para pedagang lebih
mudah menyelundupkan produk–produk mereka keluar Indonesia dan kembali dengan
barang konsumsi impor ilegal. Dengan mejual produk-produk mereka ke luar negeri
para pedagang mendapatkan harga barang 20 kali lipat daripada di jual di
jakarta.
Walaupun dari
sudut pandang politik Soekarno berhasil menjaga indonesia tetap bersatu, “
Demokrasi terpimpin “ dan prinsip-prinsip yang menyertai Ekonomi terpimpin
membawa indonesia pada salah satu krisis ekonomi paling dramatis dalam sejarah.
SUMBER: