Friday 3 July 2015

pemerintahan orde lama

1.  PEMERINTAHAN ORDE LAMA
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, sudah banyak  tokok-tokoh negara yang saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok. Tetapi pada pemerintah orde lama masih belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi negara Republik Indonesia yang memburuk.
-Orde lama (Demokrasi Terpimpin)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain  disebabkan oleh :
a)      Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
b)      Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c)       Kas negara kosong.
d)      Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a)      Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan   persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b)       Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c)       Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d)       Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
e)      Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)

Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a)      Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk  mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)       Program Benteng (Kabinet Natsir)
c)       Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)       Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo
e)      Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.

Perekonomian Indonesia Pada Masa Soekarno
Dalam era demokrasi terpimpin, Presiden soekarno menjalankan sistem Ekonomi Terpimpin. Dalam sistem ekonomi ini, presiden secara langsung terlibat dan mengatur perekonomian. Seluruh kegiatan perekonomian terpusat pada pemerintah pusat. Akibatnya, kegiatan perekonomian di daerah menjadi terganggu dan menurun. Dalam era ekonomi terpimpin idonesia berulang kali mengganti desain ekonominya seiring dengan bergantinya kabinet yang sedang berkuasa.

Seperti negara-negara berkembang lain yang baru telepas dari kekuasaan kolonial, kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi di indonesia pada awal tahun 1950-an sebagian besar dibentuk oleh saling mempengaruhi masalah-masalah sosial dan ekonomi yang objektif yang menghadapkan negara dan gagasan-gagasan ekonomi dasar dari para perumus kebijaksanaan ekonomi yang utama. Dihadapkan pada tugas berat mendamaikan kembali kebutuhan mendesak untuk merehabilitas ekonomi yang mengalami kehancuran secara luas selama penduduk jepang dan revolusi, dengan permintaan umum yang kuat untuk mengubah ekonomi kolonial menuju ekonomi nasional.
Ketika Indonesia menganut ekonomi terpimpin pemerintah menumpuh kebijaksanaan yang berorientasi ke dalam’ ( Inward-loking police). Kebijaksanaan ini dicirikan oleh kebijaksanaan “ Berdikari “ ( berdiri di atas kaki sendiri ), dan kebijaksanaan yang sangat membatasi, dan kemudian menolak sama sekali penanaman modal asing.
Selama kurun waktu ini perdagangan luar negeri banyak di kendalikan oleh pemerintah Indonesia, baik karena pertimbangan jangka pendek tentang neraca pembayaran (dengan membatasi impor untuk menekan devisit transaksi berjalan ) maupun karena pertimbangan non-ekonomi, yaitu pertimbangan nasionalisme ekonomi yang dengan tegas melanjutkan ’pola ekonomi kolonial sebelum perang ‘ (preware kolonial pattern) yang sangat mengandalkan diri pda sektor ekspor komoditi-komoditi primer. Oleh karena ini terdapat aspirasi yang besar di antara para pemimpin nasional Indonesia untuk mendorong industrialisasi sebagai jalan jalan terbaik untuk memperluas landasan ekonomi indonesia yang pada waktu itu tergantung pada sektor pertanian.

Walaupun pemerintah tidak bersabahat dengan negara kapitalis barat namun kebijakan pemerintah yang membawa slogan Berdikari justru tetap mengandalkan bantuan luar negeri, termasuk bantuan negara barat. Kebijakan pemerintah tidak bisa dikatakan sebagai kebijaksanaan berorientasi ke dalam yang murni (pure inward-loking policies). Bantuan luar negeri yang diperoleh digunakan untuk membiayai proyek-proyek subtitusi impor yang direncanakan oleh pemerintah Indonesia. Indonesia menjadi anti negara-negara barat namun berpaling ke negara-negara sosialis lainnya di Eropa Timur dan RCC untuk memperoleh bantuan luar negeri, untuk membeli peralatan perang.

Para perumus kebijaksanaan Indonesia mengambil beberapa langkah untuk sekurangnya menampung permintaan – permintaan mendesak nasionalisme ekonomi. Sesuai dengan hasil perjanjian Indonesia – Belanda yang telah disepakati pada Konferensi Meja Bundar di Deen Hag 1949, kepentingan-kepentingan Ekonomi Belanda terus mendapat jaminan dari Indonesia, menyusul pengakuan kemerdekaan Indonesia. dihadapkan pada situasi seperti ini, Indonesia membuat rumusan kebijaksanaan agar dapat mengambil langkah-langkah penting untuk mengambil bagian-bagian penting ekonomi di bawah pemilikan dan kontrol nasional. Tugas yang dihadapi pemerintah baru pada tahun 1950-an adalah untuk menstabilkan dan mengembangkan perekonomian yang didominasi oleh asing dan memiliki sebagian besar oleh pihak swasta. Pada tahun 1952 diperkirakan bahwa 50% dari semua produk konsumsi impor masih dikuasai 4 perusahaan besar belanda, dan 60 persen ekspor oleh delapan perusahaan ( Van Zaden 2012:296 ). Selain itu, bank-bank swasta sebagian besar berada di tangan tujuh bank asing, tiga diantaranya adalah milik belanda.

Kabinet yang di pimpin Natsir dari Partai Masyumi didedikasikan untuk mengubah situasi ini. Kabinet ini meraih dapuk kekuasaan ketika sesuatu yang disebut boom korea (Korea Boom) tengah kuat-kuatnya berhembus. Perang korea mengakibatkan munculnya permintaan ekspor yang meningkat yang menjadikan sumber pendapatan yang baru untuk pemerintah indonesia. surplus yang diperoleh adalah sepenuhnya merupakan hasil dari pendapatan ekspor yang tinggi, secara langsung melalui bea cukai ekspor dan secara tidak langsung melalui efek pendapatan yang meningkat dari pajak penghasilan dan bea impor. Jadi, surplus yang ada merupakan hasil dari sebuah kejutan luar negeri bukan berasal dari kebijakan fiskal yang telah di formulasikan. Dalam situasi tersebut kabinet sudah bereaksi dengan meliberalkan impor sebagai cara untuk menjaga harga-harga domestik tetap rendah, meningkatkan standar kosumsi, dan mendorong perkembangan perusahaan-perusahaan bumi putera. Pada surplus kali itu Indonesia mampu mendapatkan surplus mencapai 1.7 triliun. Surplus ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1952 indonesia kembali mengalami defisit anggaran mencapai 3 triliun.

Untuk mengembangkan kewirausahaan pribumi Indonesia dan meletakkan kegiatan ekonomi penting dibawah kontrol nasional pada tahun 1950 pemerintah memperkenalkan Program benteng yang ditujukan untuk memberikan lisensi impor untuk komoditas komoditas tertentu hanya kepada warga negara Indonesia. program ini menimbulkan korupsi skala besar dan mengacaukan praktik politik secara serius kaena setiap partai mencoba untuk memperoleh hasilnya dan hanya sedikit efektik mendorong pertumbuhan kewirausahaan. Banyak pengusaha indonesia yang menjual lisensinya kepada importir China dan Belada, dan pengusaha Indonesia hanya berpura-pura tampil di muka berbisnis. Kelompok perusahaan tersebut biasa di sebut dengan perusahaan ”Ali Baba “.

Volume ekspor komoditi-komoditi premier Indonesia mengalami pertumbuhan yang lumayan pada awal tahun 1950-an, bahkan melebihi tingkat volume yang telah dicapai pada akhir tahun 1930-an, indonesia hampir tidak berpartisipasi daam ekspansi perdagangan dunia yang telah terjadi selama tahun 1950-an dan 1960-an. Bahkan selama kurun waktu 1953-1966 volume ekspor Indonesia hanya bertumbuh dengan rata-rata satu persen dalam satu tahun. Merosotnya peranan perdagangan luar negeri selama awal tahun 1950-an terutama disebabkan oleh karena peralatan produksi industri-industri ekspor Indonesia telah mengalami banyak kerusakan. Ini merupakan akibat dari usaha presiden Soekarno yang tidak ingin di bantu oleh negara Barat.

Negara baru seperti indonesia menghadapi persoalan besar dalam pemeliharaan infrastruktur, dibutuhkan lebih banyak investasi baru, sementara berambisi besar dalam hal pendidikan, pemeliharaan kesehatan, dan program reformasi kesejahteraan lainnya. Satu-satunya item dalam anggran yang memungkinkan untuk di pangkas adalah pengeluaran Militer. Seperti negara baru merdeka lainnya setelah melalui perjuangan kemerdekaan, pengeluaran di bidang militer meningkat luar biasa, namun suasana yang menjadi tenang kembali pastinya kemungkinan untuk mengurangi pembiyayaan operasi militer.hal ini dilakukan pada saat tahun 1951-1955, kemudian setelah itu terdapat peningkatak kembali. Kebijakan-kebijakan untk menaikkan kembali anggaran militer tersebut tidak membuat palemen dan partai politik yang berkuasa menjadi sangat populer di kalangan militer, dan ketegangan antara mereka dan kelompok mapan politis seringkali dipicu oleh Soekarno.

Dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin ini perubahan hanya terjadi di kota-kota besar sehingga engakibatkan banyaknya Urbanisasi yang terjadi. Kota-kota menjadi sangat padat sedangkan daerah-daerah pingggiran menjadi sepi. Sistem yang dibuat pemerintah untuk mengatur perdangan luar negeri dibuat pada awal 1950-an dan tarif impor yang tinggi. Dengan adanya kebijakan-kebijakan baru, membuat aktifitas ekspor-ekspor utama berasal dari wilayah pinggiran sepeti sumatera, kalimantan, dan pulau-pulau luar lainnya yang memiliki pendapatan seperti minyak, karet, kopra, timah, tembakau, yang semuanya menjadi di terpasung. Hal yang diakibatkan oleh situasi ini adalah maraknya perdagangan ke pasar gelap. Apalagi jarak dengan singapura yang sangat dekat membuat para pedagang lebih mudah menyelundupkan produk–produk mereka keluar Indonesia dan kembali dengan barang konsumsi impor ilegal. Dengan mejual produk-produk mereka ke luar negeri para pedagang mendapatkan harga barang 20 kali lipat daripada di jual di jakarta.

Walaupun dari sudut pandang politik Soekarno berhasil menjaga indonesia tetap bersatu, “ Demokrasi terpimpin “ dan prinsip-prinsip yang menyertai Ekonomi terpimpin membawa indonesia pada salah satu krisis ekonomi paling dramatis dalam sejarah.

SUMBER: